PEMBINA MAHIR MENONTON PRAMUKA
Konon
menurut cerita sejarah yang bisa kita lihat saat terbentuknya kepanduan di
dunia yang dibawa oleh Bapak Pandu Dunia Baden Powell, Pramuka dunia itu
disebut scot boys. Yaitu istilah yang diambil dari ejaan kalimat “anak
serigala”, yang seolah anak-anak yang kemudian menjadi pramuka itu merupakan
sebuah fenomena ke-liaran dan kelincahan anak-anak serigala, yang memang
merupakan seekor binatang yang liar, lincah, cerdik dan juga “buas”. Namun demikian Boden Powel bukannya
mengaplikasikan kepanduan itu menjadi sebuah alat pendidikan yang meniru
tingkah lakunya se-ekor anak serigala, namun kalau kita eja-wantahkan kedalam
pola proses mendidik dan melatih, Boden
Powel membuat sebuat penghayalan nyata agar kepanduan yang di kemudian hari
menjadi sebuah alat pendidikan generasi saat ini seolah-olah harus melihat,
sebenarnya bagaimanakah tingkah kegiatan yang dilakukan dalam kepanduan.
Pertanyaannya
adalah bagaimana seorang Pembina dapat mengaplikasikan hasil pelatihannya dalam
banyak bentuk pelatihan Pramuka, yang akan diterapkan dalam latihan-latihan
sebenarnya. Haruskah dia membina, melatih dan membentuk peserta didik pramuka
seperti lincahna, lucunya atau cerdiknya seekor serigala ?.
Kegiatan
Kepramukaan yang kemudian dalam perkembangannya ternyata pemerintah menerapkan
dalam kurikulum pendidikan tahun 2013 sebagai implementasi pendidikan budi
pekerti dan moral peserta didik, ternyata banyak para guru dan pendidik dibuat
“pusing”. Banyak para guru yang masih
buta sama sekali dengan kepramukaan.
Bagaimana dan apa sebenarnya pramuka itu ?. Yang pada akhirnya banyak dari mereka
berbondong-bondong untuk dapat menjadi Pembina pramuka. Ada yang serentak mengikuti Kursus yang
diselenggarakan Kwartir Gerakan Pramuka di tingkat Kecamatan, dan ada pula yang
memanggil para pelatih Pembina dari Kwartir Gerakan Pramuka di Tingkat
Kabupaten (Kwarcab). Mereka sebagian
besar mengambil kursus awal menjadi Pembina Pramuka Yaitu Kursus Mahir Dasar (KMD).
Dalam
kursus itu para guru atau pendidik mendapat pembimbingan dan pelatihan, apa dan
bagaimana menjadi Pembina Pramuka.
Mereka akan mendapat pengetahuan tentang kepramukaan dengan banyak segi,
bagaimana dan bagaimana seterusnya membina pramuka itu.
Namun
penulis melihat dan mengamati dari banyak sekolah baik di jajaran sekolah SD,
SMP maupun SMA/SMK, pelatihan pramuka yang dilaksanakan di sana seolah hanya
“itu-itu saja”. Kenapa ?. Pelatihan Pramuka hanya terlihat saat upacara
pembukaan latihan dilaksanakan. Pembina
memanggil-manggil dengan tidak bosan-bosanya untuk mengumpulkan peserta
didiknya. Ada yang berkumpul dan berbaris membentuk lingkaran, membentuk huruf
“U” atau angkare, ada yang berbanjar dan bersaf-saf, kemudian dilanjutkan
dengan upacara menurut tingkatanya.
Selanjutnya terlihat selesainya upacara ditandai dengan bertaburnya para
anggota pramuka itu diberbagai penjuru tempat. Ada yang di pojok lapangan, di
pojok kelas, di dalam kelas dan bergerombol-gerombol membentuk komunitas
sendiri-sendiri. Yang ada dalam benak
penulis setelah upacara itu mestinya dilanjutkan dengan berbagai bentuk banyak
kegiatan kepramukaan seperti yang terlihat dalam adegan-adegan kegiatan pramuka
yang bisa kita lihat di Youtube misalnya. Disana terlihat wuah, rame, lincah
gembira dan tangkas. Anak-anak pramuka berlomba dengan hentakan-hentakan,
kekompakan regu yang semangat, menarik dan menggemaskan. Tapi dari pengamatan yang penulis lakukan,
banyak diantaranya setelah upacara pembukaan itu berlangsung kemudian
dilanjutkan hanya berkumpul-kumpul untuk meng-absen kehadiran latihan,
memberikan petunjuk-petunjuk atau perintah atau iuran. Terus latihannya apa ? dan materinya kok,
tidak kaya di video youtube.
Di
hampir sebagian besar gugus depan disekolah, pelatihan diwarnai oleh suasana
“Pembina nonton latihan Pramuka”. Terus
yang membina Pramuka siapa ?. Yang
membina umumnya para pembantu Pembina dari luar sekolah yang bersangkutan. Ada yang dari penegak SMA, ada yang dari
alumni sekolahnya dahulu, ada pula yang melatih dari kakak kelas tertuaya di
sekolah itu. Jadinya … bapak ibu guru
yang mestinya membina itu lebih banyak
menjadi pemirsa dan menonton siswanya berlatih Pramuka. Fenomena ini sudah berlangsung dari dulunya
dulu. Dan yang paling menghawatirkan
adanya kondisi ini adalah, siswa menjadi bosan dalam berlatih, kegiatan
berlatih Pramuka semata-mata karena kesegannanya dia di-absen tidak hadir dalam
kegiatan latihan oleh gurunya. Dan terus hasilnya apa yang dapat ia peroleh
dari latihan itu ?
Pada
kurikulum pendidikan 2013, Kepramukaan wajib menjadi keharusan untuk diikuti
oleh seluruh siswa yang tadinya pramuka hanya salah satu kegiatan ekstra
kurikuler pada sore hari yang dilakukan sekolah sebagai salah satu pilihan
siswa untuk mengambil kegiatan ekstranya. Di kurikulum 2013 ini keharusan siswa
aktif dalam kepramukaan menjadi sebuah beban yang cukup merepotkan bagi para
guru dan pendidik. Yang dulunya guru
hanya mengajar dengan beban jam mengajar yang ditetapkan sesuai profesi
pendidiknya. Namun sekarang harus ditambah wajib menjadi Pembina pramuka di
sore hari dan wajib datang dalam setiap latihan di sore harinya. Faktor inilah yang dimungkinkan menjadi
penyebab mengapa latihan Pramuka yang dilakukan hanya itu-itu saja.
Dari
beberapa latar belakang di atas, barangkali penulis dapat sedikit memberikan
wacana, apa dan bagimana sebaiknya kegiatan kepramukaan itu dapat berlangsung.
- Kegiatan kepramukaan ekstra di sekolah menurut pendapat penulis, seharusnya merupakan atraksi memamerkan kepiawaian seorang Pembina dan mengkondisikan kegiatan pramuka dalam sebuah spekulan kegiatan, yang harus bagaimana kegiatan pramuka bagi peserta didik itu menjadi kegiatan yang menyenangkan, tidak membosankan dan menarik untuk diikuti. Karena kita harus pula merasakan bagaimana anak-anak itu telah datang di sekolah dipagi hari untuk belajar, memeras tenaga dan otaknya untuk mengikuti kehendak guru dan banyak aturan dan tata tertib kemudian disuruh datang lagi ke sekolah di sore harinya untuk latihan pramuka. Mereka sebenarnya capai, malas, jera dan jeri mendapat kegiatan belajar di pagi harinya, sehingga mereka datang berlatih di sore hari seolah hanya terpaksa. Nah kala dia berlatih kok suasanya membosankan, maka lama-lama latihannya tidak ada yang datang.
- Sudah seharusnya, semestinya para guru yang habis pulang mengikuti Pelatihan Kursus Mahir Pramuka, memperoleh ilmu dan bekal untuk membina dan melatih siswa di sekolahnya. Bukan sebatas hanya tahu Pramuka itu apa dan bagaimana dan kemudian memperoleh sertifikat mahir membina. Terus cara membina dan bekal membinanya bagaimana ?
- Para guru sebaiknya jangan mengkondisikan latihan dan kegiatan dalam kepramukaan disamakan dalam perlakuan terhadap siswanya dalam pembelajaran rutinitas di sekolah. Karena dalam kepramukaan istilah guru dan siswa lebur menjadi kakak dan adik. Dapatkah kita mengelabui kenyataan bahwa adik-adik kita di kepramukaan sebenarnya adalah siswa kita juga. Para guru harus dapat berbaur menjadi saudara tua (kakak) terhadap adiknya dalam suasana yang bersahabat seperti dalam keluarga. Bisakah ?
- Dan yang tidak kalah pentingya adalah guru harus menguasai materi bahan ajar kegiatan pramuka minimal atraksi spekulasi, seperti bagaimana memeriahkan suasana latihan, bagaimana mengkondisikan situasi menggerakan banyak massa (perintah-perintah pengendalian masa/banyak personal) dan bagaimana bisa menjadi pusat perhatian pengendali kegiatan. Materi kegiatan Pramuka di lapangan langsung; sepengetahuan penulis dari dulu masih berkisar tentang permainan game, permainan tepuk, semaphore, morse, sandi, teknik kepramukaan, tali temali, pioneering, permainan tongkat, baris berbaris dan kegiatan keluar lokasi sekolah di alam terbuka. Andaikan itu dipersiapkan untuk tujuan sebuah lombapun, kelihatannya materi masih berkisar seputaran kegiatan di atas.
- Andaikan/seupama seorang guru yang akan terjung langsung dalam latihan kepramukaan, hanya berbekal hafal semaphore A sampai Z saja misalnya, dia dipastikan sudah “PD” menjadi Pembina. Bekal yang lain tinggal mencontoh atraksi teman guru yang lain, dan dia cukup menguasai semaphore itu saja atau yang lainnya. Sementara guru yang lain supaya menghapal sandi atau isyarat morse saja atau tali temali saja. Kemudian saat latihan akan berlangsung sesuaikan dengan jadwal latihan. Ditetapkan saja materi latihan pada saat itu yang akan dikomando oleh guru yang hafal satu materi di atas. Maka suasana sehari latihan akan terkendali dan siswa kita tidak menjadi bosan, karena setiap berlatih suasananya selalu berubah dengan materi kegiatan yang selalu berbeda di setiap minggunya.
Nah, dengan
demikian setitik wacana ini barangkali bisa menjadi sebuah renungan atau sebuah
himbauan bagi para pemerhati pramuka khususnya, kakak-kakak para Pembina dan
para pelatih di tingkat kwartir pada umumnya,
sebaiknya bagaimanakah menyiapkan para Pembina Pramuka yang akan terjun
ke lapangan ini di beri bekal membina, agar tidak terlihat menjadi Pembina
mahir menonton latihan saja.
Alfa
romeo india eko sera
Cilacap,
15-01-15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar